Selasa, 08 Juli 2014





http://adygus.files.wordpress.com/2012/10/1.jpg 






















Biografi KH Hamim Djazuli © KH. Hamim Tohari Djazuli atau akrab dengan panggilan Gus Miek lahir pada 17 Agustus 1940,beliau adalah putra KH. Jazuli Utsman (seorang ulama sufi dan ahli tarikat pendiri pon-pes Al Falah mojo Kediri), Gus Miek salah-satu tokoh Nahdlatul Ulama (NU) dan pejuang Islam yang masyhur di tanah Jawa dan memiliki ikatan darah kuat dengan berbagai tokoh Islam ternama, khususnya di Jawa Timur. Maka wajar, jika Gus Miek dikatakan pejuang agama yang tangguh dan memiliki kemampuan yang terkadang sulit dijangkau akal. Selain menjadi pejuang Islam yang gigih, dan pengikut hukum agama yang setia dan patuh, Gus Miek memiliki spritualitas atau derajat kerohanian yang memperkaya sikap, taat, dan patuh terhadap Tuhan. Namun, Gus Miek tidak melupakan kepentingan manusia atau intraksi sosial (hablum minallah wa hablum minannas). Hal itu dilakukan karena Gus Miek mempunyai hubungan dan pergaulan yang erat dengan (alm) KH. Hamid Pasuruan, dan KH. Achmad Siddiq, serta melalui keterikatannya pada ritual ”dzikrul ghafilin” (pengingat mereka yang lupa). Gerakan-gerakan spritual Gus Miek inilah, telah menjadi budaya di kalangan Nahdliyin (sebutan untuk warga NU), seperti melakukan ziarah ke makam-makam para wali yang ada di Jawa maupun di luar Jawa. Hal terpenting lain untuk diketahui juga bahwa amalan Gus Miek sangatlah sederhana dalam praktiknya. Juga sangat sederhana dalam menjanjikan apa yang hendak didapat oleh para pengamalnya, yakni berkumpul dengan para wali dan orang-orang saleh, baik di dunia maupun akhirat.
Ayah Gus Miek KH.Achmad Djazuli Usman
Gus Miek seorang hafizh (penghapal) Al-Quran. Karena, bagi Gus Miek, Al-Quran adalah tempat mengadukan segala permasalahan hidupnya yang tidak bisa dimengerti orang lain. Dengan mendengarkan dan membaca Al-Quran, Gus Miek merasakan ketenangan dan tampak dirinya berdialog dengan Tuhan, beliaupun membentuk sema’an alquran dan jama’ah Dzikrul Ghofilin.
Gus Miek selain dikenal sebagai seorang ulama besar juga dikenal sebagai orang yang nyeleneh, beliau lebih menyukai da’wah di kerumunan orang yang melakukan maksiat seperti diskotik, club malam dibandingkan dengan menjadi seorang kyai yang tinggal di pesantren yang mengajarkan santrinya kitab kuning. hampir tiap malam beliau menyusuri jalan-jalan di Jawa Timur keluar masuk club malam, bahkan nimbrung dengan tukang becak, penjual kopi di pinggiran jalan hanya untuk memberikan sedikit pencerahan kepada mereka yang sedang dalam kegelapan. Ajaran-ajaran beliau yang terkenal adalah suluk jalan terabas atau dalam bahasa indonesia-nya pemikiran jalan pintas.
Pernah diceritakan Suatu ketika Gus Miek pergi ke diskotik dan di sana bertemu dengan Pengunjung yang sedang asyik menenggak minuman keras, Gus Miek menghampiri mereka dan mengambil sebotol minuman keras lalu memasukkannya ke mulut Gus Miek salah satu dari mereka mengenali Gus Miek dan bertanya kepada Gus Miek. ”Gus kenapa sampeyan ikut Minum bersama kami ? sampeyankan tahu ini minuman keras yang diharamkan oleh Agama ?” lalu Gus Miek Menjawab “aku tidak meminumnya …..!! aku hanya membuang minuman itu kelaut…!” hal ini membuat mereka bertanya-tanya, padahal sudah jelas tadi Gus Miek meminum minuman keras tersebut. Diliputi rasa keanehan, Gus miek angkat bicara “sampeyan semua ga percaya kalo aku tidak meminumnya tapi membuangnya kelaut..?” lalu Gus Miek Membuka lebar Mulutnya dan mereka semua terperanjat kaget didalam Mulut Gus miek terlihat Laut yang bergelombang dan ternyata benar minuman keras tersebut dibuang kelaut. Dan Saat itu juga mereka diberi Hidayah Oleh Alloh SWt untuk bertaubat dan meninggalkan minum-minuman keras yang dilarang oleh agama. Itulah salah salah satu Karomah kewaliyan yang diberikan Alloh kepada Gus Miek.
Jika sedang jalan-jalan atau keluar, Gus Miek sering kali mengenakan celana jeans dan kaos oblong. Tidak lupa, beliau selalu mengenakan kaca mata hitam lantaran lantaran beliau sering menangis jika melihat seseorang yang “masa depannya” suram dan tak beruntung di akhirat kelak.
Ketika beliau berdakwah di Semarang tepatnya di NIAC di Pelabuhan Tanjung Mas. Niac adalah surga perjudian bagi para cukong-cukong besar baik dari pribumi maupun keturunan, Gus Miek yang masuk dengan segala kelebihannya mampu memenangi setiap permainan, sehingga para cukong-cukong itu mengalami kekalahan yang sangat besar. NIAC pun yang semula menjadi surga perjudian menjadi neraka yang sangat menakutkan bagi para penjudi dan penikmat maksiat.
Satu contoh lagi ketika Gus Miek berjalan-jalan ke Surabaya, ketika tiba di sebuah club malam Gus Miek masuk kedalam club yang di penuhi dengan perempuan-perempuan nakal, lalu Gus Miek langsung menuju waitres (pelayan minuman) beliau menepuk pundak perempuan tersebut sambil meniupkan asap rokok tepat di wajahnya, perempuan itu pun mundur tapi terus di kejar oleh Gus miek sambil tetap meniupkan asap rokok diwajah perempuan tersebut. Perempuan tersebut mundur hingga terbaring di kamar dengan penuh ketakutan, setelah kejadian tersebut perempuan itu tidak tampak lagi di club malam itu.
Pernah suatu ketika Gus Farid (anak KH.Ahamad Siddiq yang sering menemani Gus Miek) mengajukan pertanyaan yang sering mengganjal di hatinya, pertama bagaimana perasaan Gus Miek tentang Wanita ? “Aku setiap kali bertemu wanita walaupun secantik apapun dia dalam pandangan mataku yang terlihat hanya darah dan tulang saja jadi jalan untuk syahwat tidak ada” jawab Gus miek.
Pertanyaan kedua Gus Farid menayakan tentang kebiasaan Gus Miek memakai kaca mata hitam baik itu dijalan maupun saat bertemu dengan tamu…”Apabila aku bertemu orang dijalan atau tamu aku diberi pengetahuaan tentang perjalanan hidupnya sampai mati. Apabila aku bertemu dengan seseorang yang nasibnya buruk maka aku menangis, maka aku memakai kaca mata hitam agar orang tidak tahu bahwa aku sedang menagis“ jawab Gus Miek
Adanya sistem Dakwah yang dilakukan Gus miek tidak bisa di contoh begitu saja karena resikonya sangat berat bagi mereka yang Alim pun Sekaliber KH.Abdul Hamid (pasuruan) mengaku tidak sanggup melakukan da’wak seperti yang dilakukan oleh Gus Miek padahal Kh.Abdul Hamid juga seorang waliyalloh.
Gus Miek bertemu KH. Mas’ud (Mbah Ud Pagerwojo Sidoarjo)
Ketika Gus Miek masih berusia 9 tahun, Gus Miek sowan ke rumah Gus Ud (KH. Mas’ud) Pagerwojo, Sidoarjo. Gus Ud adalah seorang tokoh kharismatik yang diyakini sebagai seorang wali. Dia sering dikunjungi olah sejumlah ulama untuk meminta doanya. Di rumah Gus Ud inilah untuk pertama kalinya Gus Miek bertemu KH. Ahmad Siddiq, yang di kemudian hari menjadi orang kepercayaannya dan sekaligus besannya.
Saat itu, Kiai Ahmad Siddiq masih berusia 23 tahun, dan tengah menjadi sekretaris pribadi KH. Wahid Hasyim yang saat itu menjabat sebagai menteri agama. Sebagaimana para ulama yang berkunjung ke ndalem Gus Ud, kedatangan Kiai Ahmad Siddiq ke ndalem Gus Ud juga untuk mengharapkan do’a dan dibacakan Al-Fatehah untuk keselamatan dan kesuksesan hidupnya. Tetapi, Gus Ud menolak karena merasa ada yang lebih pantas membaca Al-Fatehan. Gus Ud kemudian menunjuk Gus Miek yang saat itu tengah berada di luar rumah. Gus Miek dengan terpaksa membacakan Al-Fatehah setelah diminta oleh Gus Ud.
KH. Ahmad Siddiq, sebelum dekat dengan Gus Miek, pernah menemui Gus Ud untuk bicara empat mata menanyakan tentang siapakah Gus Miek itu.
“Mbah, saya sowan karena ingin tahu Gus Miek itu siapa, kok banyak orang besar seperti KH. Hamid menghormatinya?” Tanya KH. Ahmad Siddiq.
“Di sekitar tahun 1950-an, kamu datang ke rumahku meminta do’a. Aku menyuruh seorang bocah untuk mendoakan kamu. Itulah Gus Miek. Jadi, siapa saja, termasuk kamu, bisa berkumpul dengan Gus Miek itu seperti mendapatkan Lailatul Qodar,” jawab Gus Ud.
Begitu Gus Ud selesai mengucapan kata Lailatul Qodar, Gus Miek tiba-tiba turun dari langit-langit kamar lalu duduk di antara keduanya. Sama sekali tidak terlihat bekas atap yang runtuh karena dilewati Gus Miek. Setelah mengucapkan salam, Gus Miek kembali menghilang.
Suatu hari, Gus Miek tiba di Jember bersama Syafi’i dan KH. Hamid Kajoran, mengendarai mobil Fiat 2300 milik Sekda Jember. Sehabis Ashar, Gus Miek mengajak pergi ke Sidoarjo. Rombongan bertambah Mulyadi dan Sunyoto. Tiba di Sidoarjo, Gus Miek mengajak istirahat di salah satu masjid. Gus Miek hanya duduk di tengah masjid, sementara KH. Hamid Kajoran dan Syafi’i tengah bersiap-siap menjalankan shalat jamak ta’khir (Magrib dan Isya).
Ketika Syafi’i iqomat, Gus Miek menyela, “Mbah, Mbah, shalatnya nanti saja di Ampel.” KH. Hamid dan Syafi’i pun tidak berani melanjudkan.
Tiba-tiba, dri sebuah gang terlihat seorang anak laki-laki keluar, sedang berjalan perlahan. Gus Miek memanggilnya.
“Mas, beri tahu Mbah Ud, ada Gus Hamim dari kediri,” kata Gus Miek kepada anak itu.
Anak itu lalu pergi ke rumah Mbah Ud. Tidak beberapa lama, Mbah Ud datang dengan dipapah dua orang santri.
“Masya Allah, Gus Hamim, sini ini Kauman ya, Gus. Kaumnya orang-orang beriman ya, Gus. Ini masjid Kauman, Gus. Anda doakan saya selamat ya, Gus,” teriak Mbah Ud sambil terus berjalan ke arah Gus Miek.
Ketika sudah dekat, Gus Miek dan Mbah Ud terlihat saling berebut untuk lebih dulu menyalami dan mencium tangan. Kemudian Gus Miek mengajak semuanya ke ruamah Mbah Ud. Tiba di rumah, Mbah Ud dan Gus Miek duduk bersila di atas kursi, kemudian dengan lantang keduanya menyanyikan shalawat dengan tabuhan tangan. Seperti orang kesurupan, keduanya terus bernyanyi dan memukul-mukul tangan dan kaki sebagai musik iringan. Setelah puas, keduanya terdiam. “Silakan, Gus, berdoa,” kata Mbah Ud kepada Gus Miek. Gus miek pun berdoa dan Mbah Ud mengamini sambil menangis.
Di sepanjang perjalanan menuju ruamah Syafi’i di Ampel, Sunyoto berbisik-bisik dengan Mulyadi. Keduanya penasaran dengan kejadian yang baru saja mereka alam. Karena Mbah Ud Pagerwojo terkenal sebagai wali dan khariqul ‘adah (di luar kebiasaan). Hampir semua orang di Jawa Timur segan terhadapnya. “Mas, misalnya ada seorang camat yang kedatangan tamu, lalu camat tersebut mengatakan silakan-silakan dengan penuh hormat, itu kalau menurut kepangkatan, bukankah tinggi pangkat tamunya?” Tanya Sunyoto kepada Mulyadi.
Mbah Ud adalah salah seorang tokoh di Jawa Timur yang sangat disegani dan dihormati Gus Miek selain KH. Hamid Pasuruan. Hampir pada setiap acara haulnya, Gus Miek selalu hadir sebagai wujud penghormatan kepada orang yang sangat dicintainya itu.
Kisah Gus Miek dan KH. Achmad Siddiq
Selain cerita sebagaimana yang telah diuraikan di muka dalam pembahasan Gus Ud Pagerwojo dan KH. Hamid Pasuruan, ada beberapa cerita yang berkaitan dengan KH. Ahmad Siddiq. KH. Ahmad Siddiq, yang kebetulan istrinya dari Tulungagung, bila berada di Tulungagung, dalam pidato-pidatonya juga selalu mnyerang Gus Miek sebagai seorang kiai yang kebiasaannya tidak sesuai dengan syari’at. Mungkin KH. Ahmad Siddiq lupa pada peristiwa 16 tahun sebelumnya saat dia sowan kepada Gus Ud, Pagerwojo, Sidoarjo, di mana secara tersirat Gus Ud menunjukkan bahwa Gus Miek adalah yang sulit diterima nalar biasa. Bahkan KH. Ahmad Siddiq sendiri oleh Gus Ud justru disuruh meminta doa Al-Fatehah kepada Gus Miek.
Bila mendengar semua itu, Gus Miek hanya tersenyum dan berkomentar: “Kiai ini berani. Sungguh kiai ini pemberani,” sambil tersenyum dan mengacungkan jempol. Kepada Amar Mujib (adik ipar KH. Ahmad Siddiq) Gus Miek berpesan: “Mar, apakah kamu hobi pidato? Kamu jangan suka pidato! Sebab, orang itu bila pidato, kalau hakikat-nya tidak kuat, akan berbahaya. Orang itu yang baik di dalam-nya, bukan luar-nya.”
KH. Ahmad Siddiq saat berada di Tulungagung pernah bertanya kepada: “Amar, jawablah dengan jujur, sejujur-jujurnya, dan jangan ada yang kau sembunyikan: benarkah Gus Miek itu bila menghadiri undangan perkawinan, selalu langsung menuju tempat kaum perempuan dan mengambil tempat berbaur bersama mereka?”
Amar yang sejak pertama sudah tahu bahwa KH. Ahmad Siddiq sangat anti dengan Gus Miek merasa terpanggil untuk membela Gus Miek.“Benar,” jawab Amar.
“Bukankah itu tidak pantas dilakukan oleh seorang kiai?” Tanya KH. Ahmad Siddiq.
”Lalu, mengapa kau masih mengikutinya dan memujanya!” Tanya KH. Ahmad Siddiq.
“Semua pendapat Mas Ahmad benar. Hanya saja Gus Miek pernah berkata kepada saya bahwa bila berdakwah di sebuah keluarga, kalau tidak bisa masuk dari pintu depan maka berusahalah masuk dari pintu belakang. Kalau tidak bisa kepada suaminya maka berdakwahlah kepada istrinya. Sehingga bila suaminya lalai menjalankan shalat karena malas atau kesibukan kerja, istri bisa mengingatkannya. Sebab yang paling dekat dengan suaminya dalam ibadah dan rumah tangga adalah istri. Bukan kiai, “jawab Amar.
KH. Ahmad Siddiq hanya diam merenungkan jawaban Amar Mujib. Amar Mujib pun diam di samping kakak iparnya. Sudah menjadi rahasia umum di kalangan pengikut Gus Miek bahwa setiap santri yang dekat dengan Gus Miek, seolah merasakan suatu kekuatan dan keberanian yang luar biasa dalam menghadapi siapa saja, termasuk tokoh besar.
Setiap berada di Tulungagung, KH. Ahmad Siddiq mencoba mencari tahu siapakah Gus Miek yang sebenarnya dari adik iparnya. Ini tentu saja sebuah proses pergolakan batin yang panjang dan berat bagi KH. Ahmad Siddiq. Di samping karena dahulunya dia sudah dikenal luas sangat memusuhi Gus Miek, juga karena harus merombak persepsinya tentang sosok wali yang selama ini dipahaminya dan diyakininya dari kitab ketika harus berhadapan dengan sosok kewalian Gus Miek.
Berikutnya, mulai timbul kegaluan di hati KH. Ahmad Siddiq. Hal ini terjadi karena Gus Miek membantu menyelesaikan persoalan anaknya, meski bukan karena keinginannya. Terlebih lagi dengan adanya pernyataan-pernyataan KH. Hamid Pasuruan (yang masih saudaranya) yang sangat menghormati dan mendukung Gus Miek, sebagaimana yang telah diceritakan di muka.
Setelah beberapa hari berlalu, KH. Ahmad Siddiq kembali menemui Amar Mujib.
“Amar, pertemukan aku dengan Gus Miek,” kata KH. Ahmad Siddiq.
“Untuk apa bertemu Gus Miek?” Tanya Amar curiga karena dia tidak ingin terjadi permasalahan antara KH. Ahamad Siddiq sebagai kakak iparnya dengan Gus Miek sebagai gurunya.
“Aku hanya ingin bertanya apakah yang telah aku pahami dari kitab-kitab dan aku jalankan selama ini sudah benar,” jawab KH. Ahmad Siddiq.
Beberapa hari kemudian, Amar bertemu Gus Miek dan menyampaikan permintaan KH. Ahmad Siddiq. Gus Miek hanya diam dan tidak memberi jawaban.
KH. Ahmad Siddiq yang belum mendapat kepastian, kembali meminta bantuan Amar Mujib untuk dipertemukan dengan Gus Miek. Pada masa itu, Gus Miek memang sulit ditemui dan selalu berpindah-pindah sehingga hanya orang-orang terdekat seperti Amar Mujib saja yang bisa menemui Gus Miek. Amar pun melaporkan hal itu kepada Gus Miek. Akan tetapi Gus Miek masih tetap belum memberikan jawaban. Baru pada permintaan yang ketiga, Gus Miek menyanggupi. Kebetulan Gus Miek saat itu berada di rumah Mulyadi, Jember. Tetapi Gus Miek mengancam Amar, bila undangan itu hanya untuk memperolok dirinya, Gus Miek akan membunuh Amar.
Hal ini terjadi karena pada saat itu KH. Ahmad Siddiq telah mulai membuka diri untuk mendukung perjuangan Gus Miek dan dengan menimbang potensi KH. Ahmad Siddiq sebagai orang penting dalam jajaran NU wilayah Jawa Timur. Apalagi, pada masa itu, KH. Mahrus Ali sebagai anggota PBNU, menentang keberadaan Gus Miek dan perjuangannya. KH. Mahrus Ali adalah ulama yang sangat kuat (keras) dalam memegang syariat dan kitab kuning, sedangkan Gus Miek dianggab menyimpang dari ketentuan kitab-kitab dan syariat oleh KH. Mahrus Ali. Belum lagi pembelaan Gus Miek kepada perjuangan Wahidiyah di masa lalu. Penentangan KH. Mahrus Ali terhadap Wahidiyah sedemikian kerasnya, bahkan ia membuat larangan tertulis bagi seluruh santri lirboyo agar tak ikut mengamalkan Wahidiyah. Larangan itu masih tetap dijadikan pegangan sampai sekarang.
Sebenarnya, ketidakcocokan itu bukan hanya muncul dari KH. Mahrus Ali saja. Banyak juga ulama lain yang sama dengan pemikiran KH. Mahrus Ali. Bahkan keluarga ploso yang awalnya mendukung Gus Miek, pada akhirnya memisahkan diri dan melarang sebagian jama’ahnya mengamalkan Wahidiyah.
Jadi, perseteruan (lebih tepatnya kesalahpahaman) antara KH. Mahrus Ali dengan Gus Miek ini, di samping persoalan syari’at yang secara kasat mata Gus Miek memang tidak menerapkannya, juga bisa jadi lantaran KH. Mahrus Ali belum tahu bahwa Gus Miek telah berpisah dengan Wahidiyah karena Gus Miek belum menyatakan secara terbuka. Meskipun demikian, beberapa putra Lirboyo telah akrab dengan Gus Miek, seolah tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka.
Keterbukaan KH. Ahmad Siddiq ini membuat Gus Miek tidak menyia-nyiakan kesempatan sehingga Gus Miek memfokuskan konsentrasinya untuk berdakwah di Jember dan sekitarnya. Ada sebuah rencana besar yang disusun Gus Miek pada KH. Ahmad Siddiq untuk mendukung kesuksesan dakwahnya sehubungan dengan keluarganya dan NU karena Gus Miek sama sekali tidak mungkin untuk bermain di dalam NU disebabkan ia bukan bagian dari jajaran pengurus NU. Gus Miek juga memilih untuk tidak terlibat dalam hiruk pikuknya para ulama NU, terutama dalam hal politik.
Gus Miek diantar oleh Amar, akhirnya menemui KH. Ahmad Siddiq. Setelah berbasa-basi keduanya terlibat pembicaraan empat mata yang sangat serius selama hamper tujuh jam. Sementara Amar menunggu di luar karena sungkan dengan KH. Ahmad Siddiq; walaupun kakak iparnya, tetapi KH. Ahmad Siddiq adalah ulama besar. Di luar kamar, Amar gelisah menunggu, hatinya berdebar-debar penuh kecemasan terhadap apa yang akan terjadi antara Gus Miek dengan KH. Ahmad Siddiq. Kemudian, Gus Miek keluar dari ruangan dengan bintik-bintk keringat di wajahnya, lalu mengajak Amar kembali ke rumah Mulyadi.
Selang beberapa bulan, KH. Ahmad Siddiq kembali menemui Amar Mujib di Tulungagung.
“Mar, pertemukan aku dengan Gus Miek,” kata KH. Ahmad Siddiq.
“Mau apalagi, Mas? Bukankah dulu sudah bertemu?” Tanya Amar.
“Ibarat aku berada di puncak gunung, aku ingin memastikan, bila Gus Miek diibaratkan telaga itu dalam, aku hendak terjun ke dalamnya. Bila ternyata dangkal, aku tidak mau mati bunuh diri,” jawab KH. Ahmad Siddiq.
Akhirnya, Amar kembali melporkan hal itu kepada Gus Miek. Semenjak saat itu, Gus Miek menjadi semakin akrab dengan KH. Ahmad Siddiq, dan KH. Ahmad Siddiq sering menemui Gus Miek tanpa melalui perantaraan Amar Mujib lagi. Perlu diketahui bahwa sejak 1968, antara Gus Miek dengan KH. Ahmad Siddiq telah mulai terlibat pembicaraan serius mengenai NU kembali ke khittah 1926. Baru pada 1984, pemikiran tersebut diterima oleh NU dalam muktamar di Situbondo.
Gus Miek juga pernah mengajak KH. Ahmad Siddiq ziarah ke makam Gunungpring. Sampai di lokasi makam, Gus Miek memberikan amalan bacaan agar dibaca KH. Ahmad Siddiq saat ziarah, lalu Gus Miek pergi entah ke mana. KH. Ahmad Siddiq yang saat itu belum begitu percaya akan kelebihan Gus Miek, terutama dalam hubungannya dengan para wali, lalu membaca bacaan itu.
KH. Ahmad Siddiq menjadi gemetar karena yang terlihat di matanya, semua makam itu terbuka dan penghuni makam itu keluar, berbaju putih melayang ke angkasa. Sementara di angkasa telah menunggu pangeran Diponegoro yang naik kuda lengkap dengan kerisya, diiringi beberapa wali songo. Rombongan itu kemudian beriringan melesat ke arah timur. Setelah rombongan itu tak terlihat, KH. Ahmad Siddiq tergagap dengan tubuh gemetar dan keringat dingin. Sementara suasanan makam sangat sepi. Beberapa saat kemudian Gus Miek datang, sebelum KH. Ahmad Siddiq yang kebingungan menyampaikan apa yang baru saja dilihatnya.
Gus Miek berkata: “Benar, Kiai, rombongan Pangeran Diponegoro dan wali songo itu akan menghadiri sidang para wali di Ampel.”
Sebenarnya, masih banyak cerita mengenai kedekatan Gus Miek dengan beberapa tokoh besar yan lain. Misalnya, Gus Miek dengan keluarga KH. Ashari. Suatu hari, Gus Miek mengajak Mulyadi, yang punya Fiat, bersama sunyoto ke Lempuyangan, Yogyakarta, untuk menghadiri haul KH. Ashari yang ke-8. Tiba di Lempuyangan, KH. Hamid Kajoran telah menyambutnya di depan pintu. Kemudian mereka bersama masuk ke ruang tamu. Tiba-tiba, Nyai Ashari muncul dari dalam, bersalaman dengan Gus Miek dan minta doa darinya. Gus Miek yang telah menganggap Nyai Ashari sebagai ibunya yang ketiga setelah Nyai Rodhiyah dan Nyai Mujib, hanya mengiyakan saja.
Gus Miek, 15 hari sebelum wafatnya Nyai Ashari (ibu dari KH. Daldiri), telah datang ke Lempuyangan. Kepada Muhyidin dan Ambar (putri Nyai Ashari), Gus Miek memberikan secarik kertas bertuliskan Khodijah binti Muhyidin dan Hadi bin Ismail sambil berkata: “Ini, aku terakhir kali sowan Bu Nyai.” Semua keluarga Lempuyangan bertanya-tanya tentang maksud Gus Miek: apakah Gus Miek tidak akan datang lagi ke Lempuyangan atau ada maksud lain? Nyai Ashari, yang oleh Gus Miek telah dianggap sebagai ibunya yang ketiga setelah ibunya sendiri dan Nyai Mujib, ternyata 15 hari kemudian wafat. Dan, Khodijah binti Muhyidin berpuluh tahun kemudian benar-benar menikah dengan Hadi bin Ismail.
Pada 1980, Gus Miek kembali melanjutkan safarinya. Dari Jember bersama jama’ah berangkat ke Yogyakarta. Tiba di Klaten, Gus Miek mengajak mampir ke KH. Mansyur, Popongan, Klaten. Saat jama’ah sowan dan ziarah, Gus Miek jalan-jalan entah kemana. Setelah jama’ah berwudhu dan berkumpul di makam, tiba-tiba Gus Miek muncul di belakang, berjalan sambil memimpin tawasulan Al-Fatihah.
Dari Popongan, Gus Miek mengajak ke makam KH. Abdurrhman bin Hasyim, Krapyak. Di rumah KH. Abdurrahman bin Hsyim (Mbah Benu), yang menyambut adalah putranya yang telah lama tidak bertemu Gus Miek sejak Gus Miek masih berambut panjang. Keduanya berpelukan, setelah itu ziarah ke makam KH. Abdurrahman.
Di pinggir sungai, Gus Miek berkata kepada Sunyoto dan Jupri: “Mbah Benu itu memang tidak mau makamnya dirawat. Pernah salah seorang santrinya yang sukses datang membawa kayu dan genting tanpa membicarakan terlebih dahulu dengan keluarga Mbah Benu. Dari pagi hingga Ashar, bangunan itu akhirnya jadi, tetapi waktu subuh bangunan itu sudah berada di tengah sungai. Akhirnya, oleh keluarganya diberi tahu bahwa Mbah Benu tak berkenan.” Demikianlah ajaran “kemiskinan” yang di ambil Gus Miek dari KH. Abdurrahman untuk jama’ahnya yang saat itu kebanyakan pegawai pemerintah.
Ketertundukan Binatang
Ketika gus miek baru mulai bisa merangkak, saat itu ibunya membawa ke kebun untuk mengumpulkan kayu bakar dan panen kelapa, bayi itu ditinggalkan sendirian di sisi kebun, tiba-tiba dari semak belukar muncul seekor harumau. Spontan sang ibu berlari menjauh dan luapa bahwa bayinya tertinggal. Begitu sadar, sang ibu kemudian berlari mencari anaknya. Tetapi, sesuatu yang luar biasa terjadi. Ibunya melihat harimau itu duduk terpaku di depan sang bayi sambil menjilagti kuku-kukunya seolah menjaga sang bayi.
Peristiwa ketertundukan binatang ini kemudian berlanjut hingga Gus Miek dewasa. Di antara kejadian itu adalah Misteri Ikan dan Burung Raksasa. Gus Miek yang sangat senang bermain di tepi sungai Brantas dan menonton orang yang sedang memancing, pada saat banjir besar Gus Mik tergelincir ke sungai dan hilang tertelan gulungan pusaran air. sampai beberapa jam, santri yang ditugaskan menjaga Gus Miek, mencari di sepanjang pinggiran sungai dengan harapan Gus Miek akan tersangkut atau bisa berenang ke daratan. Tetapi, Gus Miek justru muncul di tengah sungai, berdiri dengan air hanya sebatas mata kaki karena Gus Miek berdiri di atas punggung seekor ikan yang sangat besar, yang menurut Gus Miek adalah piaraan gurunya. Pernah suatu hari, ketika ikut memancing, kail Gus Miek dimakan ikan yang sangat besar. Saking kuatnya tenaga ikan itu, Gus Miek tercebur ke sungai dan tenggelam. Pengasuhnya menjadi kalang kabut karena tak ada orang yang bisa menolong, hari masih pagi sehingga masih sepi dari orang-orang yang memancing. Hilir mudik pengasuhnya itu mencari Gus Miek di pinggir sungai dengan harapan Gus Miek dapat timbul kembali dan tersangkut. Tetapi, setelah hampir dua jam tubuh Gus Miek belum juga terlihat, membuat pengasuh itu putus asa dan menyerah.
Karena ketakutan mendapat murka dari KH. Djazuli dan Ibu Nyai Rodyiah, akhirnya pengasuh itu kembali ke pondok, membereskan semua bajunya ke dalam tas dan pulang tanpa pamit. Dalam cerita yang disampaikan Gus Miek kepada pengikutnya, ternyata Gus Miek bertemu gurunya. Ikan tersebut adalah piaraan gurunya, yang memberitahu bahwa Gus Miek dipanggil gurunya. Akhirnya, ikan itu membawa Gus Miek menghadap gurunya yaitu Nabi Khidir. Pertemuan itu menurut Gus Miek hanya berlangsung selama lima menit. Tetapi, kenyataannya Gus Miek naik ke daratan dan kembali ke pondok sudah pukul empat sore. beberapa bulan kemudian, setelah mengetahui bahwa Gus Miek tidak apa-apa, akhirnya kembali ke pondok.
Pada suatu malam di ploso, Gus Miek mengajak Afifudin untuk menemaninya memancing di sungai timur pondok Al Falah. Kali ini, Gus Miek tidak membawa pancing, tatapi membawa cundik. Setelah beberapa lama menunggu, hujan mulai turun dan semakin lama semakin deras. Tetapi, Gus Miek tetap bertahan menunggu cundiknya beroleh ikan meski air sungai brantas telah meluap. Menjelang tengah malam, tiba-tiba Gus Miek berdiri memegangi gagang cundik dan berusaha menariknya ke atas. Akan tetapi, Gus Miek terseret masuk ke dalam sungai. Afifudin spontan terjun ke sungai untuk menolong Gus Miek. Oleh Afifudin, sambil berenang, Gus Miek ditarik ke arah kumpulan pohon bambu yang roboh karena longsor. Setelah Gus Miek berpegangan pada bambu itu, Afifudin naik ke daratan untuk kemudian membantu Gus Miek naik ke daratan. Sesampainya di darat, Gus Miek berkata “Fif, ini kamu yang terakhir kali menemaniku memancing. Kamu telah tujuh kali menemaniku dan kamu telah bertemu dengan guruku.“ Afifudin hanya diam saja. Keduanya lalu kembali kepondok dan waktu sudah menunjukkan pukul tiga pagi.
Gus Miek Wafat
Tepat tanggal 5 juni 1993 Gus Miek menghembuskan napasnya yang terakhir di rumah sakit Budi mulya Surabaya (sekarang siloam). Kyai yang nyeleneh dan unik akhirnya meninggalkan dunia dan menuju kehidupan yang lebih abadi dan bertemu dengan Tuhannya yang selama ini beliau rindukan. Semoga amal ibadah beliau di terima oleh Allah SWT dan semoga kesalahan-kesalahan beliau juga di ampuni oleh Allah SWT. Aamiin Yaa Rabbal ‘Aalamiin….

Syaih Wasil Sentono Gedong Kota Kediri

Ada ulama dari Turki yg diperintahkan untuk datang ke jawadwipa yg bernama Syech Ali Samsuzein, beliau sempat bermukim di Gunung Wilis (sadepok). Beliau mendirikan Masjid disana. (masih ada peninggalannya).
Lalu Syech Ali Syamsuzein punya pengikut atau murid yaitu Ki Hajar Subroto, hingga pada tataran kemakrifatan.

Lalu Syech Ali Syamsuzein melanjutkan dakwah/ si'ar beliau ke sang Prabu Joyoboyo, melihat kebijaksanaan Sang Ulama, akhirnya sang prabu menimba ilmu kemakrifatan.

Jadi Syech Ali Syamsyzein punya dua murid dng tataran kemakrifatan tapi dari sisi berbeda, Ki Hajar Subroto dari sisi keagamaan (Bekas pertapa), sedang Prabu Joyoboyo dari sisi pemerintahan (Kerajaan).
Sehingga keduanya dipesan dengan wasiat yg berbeda.
Ki Hajar diperintahkan untuk membuka
Sang Prabu diperintahkan untuk menutup.
Hingga akhirnya Syech Ali  Syamsuzein kembali ke Turki.

Namun tanpa sengaja keduanya bertemu, seperti dituliskan pada syair diatas.
Ki Hajar membuka sesuatu yg seharusnya ditutup dari pandangan sang prabu walaupun itu hanya simbolis (Pasemon).
Sehingga sang prabu menganggap ki Hajar telah melakukan kesalahan fatal dan harus dibunuh.
Namun Menurut Ki Hajar, hal (Kitab) tsb harus dibuka walaupun secara simbolis (Pasemon).

Syech Alisyamsuzein => Syech Wasil => Syech Subakir => Syech Jumadil qubro => Syech Maulana Asmorokondi => Para wali songo, adalah satu garis lurus pola penyebaran Islam dng kearifan, kebijaksanaan.
Memang baru pada era demak islam mulai gencar di sebarkan dng sangat terbuka. Namun pijakan2 Islam sudah ditanamkan oleh pendahulu2 sebelum era Demak.

Ada dua sumber yang dapat digunakan untuk menelusuri siapa Sulaiman Al-Wasil Syamsudin atau Syekh Wasil alis Mbah Wasil...???
Syekh Wasil alias Mbah Wasil, sebagaimana yang dikemukakan oleh beberapa ahli dimungkinkan adalah seorang ulama besar dari Persia (Ngerum) yang datang ke Kediri untuk membahas kitab musyarar atas undangan dari Raja Jayabaya. Tokoh inilah yang kemudian berupaya menyebarkan dan mengembangkan agama Islam di Kediri. Sebagai seorang ulama besar atau tokoh penting yang berjasa mengembangkan Islam di Kediri maka wajar jika setelah meninggal beliau mendapat penghormatan yang tinggi dari masyarakat.

Kompleks bangunan makam Setono Gedong merupakan salah satu wujud penghormatan yang diberikan oleh masyarakat terhadap jasa beliau dalam mengembangkan agama Islam di Kediri.
Berkaitan dengan pendapat di atas, terdapat beberapa pemahaman dasarpertama kedatangan Maulana Ali Syamsuddin di Kediri pada masa pemerintahan raja Jayabaya, yaitu pada abad XII M. Pada masa ini kebudayaan Hindu-Budha khususnya di Kediri sedang mencapai puncak kejayaan sehingga mustahil jika Islam sudah mendapatkan tempat, baik secara cultural maupun secara politis di masyarakat Kediri pada waktu itu. Namun ini terbantah bahwa Kerajaan adalah sentral kebudayaan apapun sumbernya. Baik agama yang terlanjur sudah berkembang maupun update keilmuan serta pemahaman baru.Kedua, kemiripan nama antara Maulana Ali Syamsuddin dengan Sulaiman Al-Wasil Syamsudin belum dapat digunakan sebagai bukti bahwa dua nama itu mengarah pada satu orang yang sekarang makamnya ada di kompleks bangunan makam Setono Gedong jika tidak didukung oleh data-data atau bukti yang valid. Oleh sebab itu perlu sebuah pembahasan lebih lanjut berdasar variabel pendukung.Ketiga, berdasarkan pada bukti-bukti arkeologis, khususnya berdasarkan hasil komparasi terhadap arsitektur dan ornamentasi maka lebih tepat jika kompleks makam Setono Gedong dibangun sekitar abad XVI M. Oleh karena itu penelusuran sejarah Syekh Wasil atau Mbah Wasil sebaiknya mengarah pada tokoh-tokoh penyebar agama Islam di Kediri pada masa itu.Keempat ekspedisi Cheng Ho yang datang mengunjungi Majapahit, Demak, Pekalongan, Cirebon dan Sunda Kelapa (Jayakarta/Jakarta) oleh sekretaris Ma Huan di dalam “Yang Yai Seng Lan” melaporkan tentang keadaan alam dan penduduk dari kota-kota yang disinggahi. Ia menyebutkan bahwa di pelabuhan Jawa (Gresik dan Tuban) ada tiga macam penduduk yaitu orang muslim dari barat (Maghribi), orang Cina (beberapa di antaranya beragama Islam) dan orang Jawa (penduduk asli yang masih belum beragama Islam). Untuk menunjukkan bahwa Islam sudah masuk dan sudah dipeluk oleh kalangan keraton Majapahit, ia menulis adanya orang-orang Jawa yang beragama Islam di istana raja sejak kira-kira 50 tahun sebelum masa itu.


Jika pendapat itu benar, lalu siapakah Syekh Wasil atau Mbah Wasil itu? Syekh Wasil atau Mbah Wasil adalah tokoh penyebar agama Islam di Kediri yang hidup sejaman dengan para Wali Songo. Tokoh ini dimungkinkan memiliki hubungan yang sangat dekat dengan seorang wali, yaitu Sunan Drajat yang merupakan putra kedua dari Sunan Ampel. Pendapat ini didasari oleh dua indikasi, pertama adanya kesamaan arsitektur bangunan dan ornamentasi yang terdapat di kompleks bangunan makam Setono Gedong dengan kompleks bangunan makam Sunan Drajad di Lamongan. Kedua, Istri Sunan Drajat adalah Retno Ayu Condro Sekar, seorang Putri Adipati Kediri yang bernama Suryo Adilogo.
Namun demikian untuk dapat memastikan apakah Syekh Wasil atau Mbah Wasil itu adalah Adipati Suryo Adilogo, mertua dari Sunan Drajat, memang masih memerlukan kajian secara intensif dan sistematis.
Masjid Setono Gedong
Bekas bangunan yang terdapat di belakang masjid Setono Gedong sekarang adalah bekas bangunan masjid bukan bekas bangunan candi. Terdapat beberapa indikasi bahwa reruntuhan bangunan tersebut merupakan bekas bangunan masjid.

Pertama, pola denah bangunan lebih mengarah pada bangunan masjid. Sebagaimana pola denah bangunan masjid kuna di Indonesia, pada bekas bangunan tersebut pola denahnya bujur sangkar, dengan tambahan serambi di depan dan satu ruangan khusus di depan yang disebut dengan mihrab. Jika bekas bangunan ini merupakan bangunan candi maka akan muncul pertanyaan apa fungsi tambahan bangunan yang terdapat di depan bangunan utama.
Kedua, bentuk pagar keliling bangunan merupakan ciri khas bangunan-bangunan masjid atau makam kuna di Indonesia. Jika diperhatikan secara cermat maka bentuk pagar keliling menyerupai bentuk pagar yang ada di makam Sendang Duwur, makam Sunan Drajat, atau makam Sunan Giri.
Ketiga, letak dan jumlah pintu masuk. Pada pagar keliling bekas bangunan masjid Setono Gedong terdapat tiga pintu masuk yaitu di bagian depan (timur), samping kanan (selatan) dan samping kiri (utara). Jika bekas bangunan ini merupakan bangunan candi, biasanya pintu masuk itu hanya satu dan harusnya berada di bagian barat.
Keempat, bahan bangunan pagar keliling yang terbuat dari batu kapur. Penggunaan batu kapur sebagai bahan pembuatan pagar keliling sebab batu kapur yang berwarna putih itu merupakan lambang kesucian dalam agama Islam. Jika bekas bangunan ini merupakan bangunan candi, mengapa bahan pembuatan pagar keliling bukan batu bata atau batu andhesit yang banyak terdapat di wilayah Kediri sementara batu kapur harus didatangkan dari tempat yang jauh dari Kediri. 


Hubungan dengan Sentono Genthong Pacitan 
Ada kemiripan nama antara Setono/Astono/Sentono karena logat dan lidah jawa yng bermakna pekuburan. Gedong sendiri bermakna pembungkus. Pada masa Islam menurut tradisi murni ajaran ini , setiap mayit diwajibkan dikafani (digedong/bahasa Jawa red). Sehingga  demikian banyak pekuburan diberi julukan nggedongan di Jawa. atau bahasa lainnya tempat yang ditinggikan (baitul makmur).Menurut Cerita legenda Pacitan, Sentono Genthong dahulunya adalah tempat berisi tulang belulang (pekuburan kuno) yang dimasukkan ke dalam Gentong. Meski kebenarannya masih dipertanyakan, namun penemuan2 gentong dan tulang di lokasi ini sedikit memberikan gambaran bahwa ada sesuatu yang sengaja diletakkan di sana. Yaitu pekuburan kuno pada masa animisme.Ada pendapat mengatakan bahwa :
Genthong itu katanya tumbalnya Pulau Jawa sedangkan yang numbali saat itu katanya Sultan di Negeri Ngerum. Adapun dongengnya tersebut di bawah ini.
Pada zaman dahulu kala, pulau Jawa masih kosong belum ada yang menempati. Tidak satupun manusia di pulau Jawa ini, di sana-sini semua hanya terdapat hutan dan rawa-rawa. Pada suatu hari Sultan Ngerum menyuruh kerbat Negara (punggawa kerajaan) atau rakyatnya laki-laki maupun perempuan membabat atau membuka pulau Jawa ini. Perintah Sultan Ngerum tadi ternyata terlaksanan atau dilaksanakan oleh rakyat atau penduduk kerajaan Ngerum dan membuat gunugn-gunugn, hutan-hutan dimana-mana dan saat itu pulau Jawa sangat keramat atau angker sekali, menjadi kerajaannya bangsa setan, jin, dan lain-lain yang tidak dapat dilihat oleh manusia. Oleh karena itu, wadyo bolo dari Ngerum tadi mempunyai ilmu untuk menghilangkan atau menyingkirkan bangsa lelembut atau makhluk halus yang ada di situ. Tetapi wadyo bolo dari Ngerum tadi juga banyak yang mati akibat dari makhluk-makhluk halus tersebut. Selanjutnya Sultan Ngerum memerintahkan dan menyuruh seorang Pandita untuk menumbali (syarat) pulau Jawa, maksudnya tanah yang sangar dan kayu-kayu yang angker dapat tawa atau dihindari oleh makhluk-makhluk halus.
Selanjutnya Sultan Ngerum memerintahkan Punggawa Kerajaan beserta dengan wadyo bolonya datang ke tanah pulau Jawa melihat hasil babatan-babatan yang sudah pernah dikerjakan dan ternyata pulau Jawa ini dapat ditempati dan didirikan rumah sampai sekarang ini.
Sebutan Maghribi dan Ngerum/Persia
Maghribi merupakan sebutan dari masyarakat muslim di Jawa pada abad XIV – XV M yang ditujukan kepada para ulama yang datang dari belahan barat seperti dari Aceh, Iran, Arab maupun dari Asia kecil seperti halnya Uzbekistan dan bahkan dari Afrika. Maulana Malik Ibrahim Kasani yang meninggal tahun 1419 di Gresik juga disebut Syekh Maghribi.
Syech Maulana Maghribi sendiri memiliki peran terhadap sejarah babad di Pacitan, sebagaimana mubaligh Islam pertama kali yng dikirim oleh R Patah ke tanah Wengker selatan untuk mendidik ilmu tauhid. Beliau memiliki peninggalan di bekas pesantren/perdikan di tanah Duduhan (Mentoro Kec. Pacitan) berupa tongkat yang ditancapkan dan tumbuh menjadi pohon Kecik Sari. Pohon ini adalah satu-satunya peninggalan beliau selain ajaran Islam yang mengakar kuat di Pacitan sampai saat ini sebagai pertanda kehadiran para wali di tanah Wengker Kidul. Sekian abad berlalu pohon kecik sari masih hidup dan telah menjadi saksi sejarah.
Tumbal Tanah Jawa
Dengan sebutan kerajaan  NGERUM maka menunjukkan seorang ulama besar dari Persia. yang datang ke tempat ini. Jika benar bahwa hubungan yang sangat dekat dengan seorang wali, maka bisa jadi beliau bersama2 Syech Maghribi dan Syech Subakir pernah hadir dalam penghayatan tumbal tanah Jawa khususnya di Pacitan.
Batu Kapur dari Pacitan???_
  Didukung dengan fakta adanya bangunan Masjid Setono Gedong pagar keliling yang terbuat dari batu kapur yang merupakan lambang kesucian dalam agama Islam.  Batu2 ini banyak terdapat di daerah Pacitan khususnya Setono Genthong. Jika bekas bangunan ini merupakan bangunan candi, mengapa bahan pembuatan pagar keliling bukan batu bata atau batu andhesit yang banyak terdapat di wilayah Kediri sementara batu kapur harus didatangkan dari tempat yang jauh dari Kediri??? 
Maka jika dikaitkan dengan adanya banyak kesamaan kisah perjalan (MUHIBAH) para wali ini, tentu kita mahfum bahwa mereka adalah tokoh2 yang dahulunya melakukan ekspedisi ke banyak tempat dan daerah di pulau Jawa yang pernah disinggahi, termasuk Pacitan
Pemandian sendang

......Catatan Tambahan
Mengapa ditanami Tumbal Gaib lagi oleh Syekh Subakir ?   Syekh Subakir adalah anggota Walisongo angkatan pertama. Kalo ndak salah sekitar tahun 1300-an Masehi. Beliau juga melakukan penanaman tumbal di beberapa tempat di Tanah Jawa. Beliau adalah ahli tumbal terkenal dari negeri Persia. Mengapa dilakukan penanaman tumbal kembali, walaupun dahulu (ratusan tahun sebelumnya), ada juga tumbal Aji Saka? Mungkin saja penyebabnya sbb :1. Tumbal Aji Saka mengalami pelemahan daya gaibnya karena disebabkan berbagai hal. 2. Lelembut ganas pada saat itu mungkin mulai merajalela. 3. Kondisi gaib Tanah Jawa pada saat itu sedang goncang. 4. Tumbal Aji Saka sudah uzur atau kadaluwarsa/expired. 5. Sebab-sebab lain yang tidak diketahui.Istilah "Tumbal gaib" atau penangkal/peredam hawa angker/sangar dari Tanah Jawa, istilah ini jangan di-campurbaur-kan dengan istilah tumbal pesugihan, karena amat berbeda makna dan tujuannya. Namun selain tumbal yang ditanam oleh Aji saka, juga terdapat tumbal yang ditanam oleh kanjeng Syekh Subakir, sekian ratus tahun lamanya sesudah penumbalan pertama. Syekh Subakir adalah ahli tumbal dari Negeri Persia. Beliau tergolong anggota walisongo angkatan pertama.


Bagaimanakah hubungan budaya Jawa dengan Islam?

Pertanyaan itulah yang dicoba disahuti oleh sebuah tim peneliti dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, sejak enam bulan ini. Hasilnya menunjukkan bahwa antara kebudayaan Jawa dan Islam bisa hidup berdampingan. Daerah pedesaan Jawa, yang dulu menganut tradisi animistis dan dinamistis, ternyata bisa menerima Islam tanpa kehilangan makna kultural Jawa.

Penelitian yang dilakukan Drs. H. Muzairi, MA, dan lima koleganya itu berjudul "Kitab Kuning dan Suluk Serat Centhini Kajian Tentang Islam dan Budaya Jawa". Ia dipublikasikan dalam jurnal penelitian IAIN Yogyakarta edisi Mei-Agustus. Terdiri dari 12 jilid, meliputi 3.216 halaman huruf Jawa dan 3.500 halaman tulisan Latin, sehingga layak disebut sebagai "Ensiklopedi Jawa"...dengan kesimpulan : Islam dan Jawa satu....
 

TERNYATA PRIBAHASA DAN PEPATAH INI ADALAH AL QU'AN, HADIS DAN AJARAN ISLAM

 



Agama Islam sangat lengkap dan sempurna. Semua hikmah, ajaran kebaikan dan jalan ketenangan dan kebahgiaan ada dalam Ajaran Islam. Kali ini kita buktikan dengan banyaknya peribahasa dan pepatah bijak yang ternyata itu adalah hadits dan ajaran Islam atau inti kandungannya sudah ada dalam ajaran Islam.

Allah Ta’ala berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah Kucukupkan nikmat-Ku kepadamu, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agamamu.” (Al-Maidah: 3)
Sangat sayang sekali jika seorang muslim berpegang teguh dan termotivasi dengannya akan tetapi ia tidak tahu bahwa ternyata itu adalah Al-Quran dan hadits ataupun sayang sekali jika seorang muslim lebih senang mencari motivasi, mencari ketenangan mencari kebahagiaan dengan perkataan orang kafir yang dianggap bijak, lebih termotivasi dengan pepatah agama kuno animisme,  lebih bahagia dengan pepatah kejawen atau menukil perkataan orang-orang fasik. Sebenarnya boleh-boleh saja asal kandungannya tidak bertentangan dengan syariat. Akan tetapi selayaknya seorang muslim lebih mendahulukan perkataan Allah dan Rasul-Nya, perkataan para Ulama dan ahli ilmu. Karena jika kita mencari kebahagiaan selain agama Islam maka kita tidak akan mendapatkannya. Hanya kebahagiaan semu dan sementara.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ اْلأِسْلاَمِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي اْلأَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Barang siapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali (agama itu) tidaklah akan diterima, dan di akhirat kelak dia termasuk orang yang rugi.” (Ali Imran: 85)

Berikut peribahasa atau pepatah yang ternyata Al-Quran, hadits ataupun inti ajaran Islam:
-tangan diatas lebih baik dari tangan dibawah
Ini adalah Hadits, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,
الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى
“Tangan yang di atas lebih baik dibanding tangan yang di bawah[1]

-tidak terjatuh dilubang yang sama
AtauHanya keledai yang jatuh ke lubang yang sama dua kali”
Semakna dengan hadits. Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda
لاَ يُلْدَغُ الْمُؤْمِنُ مِنْ جُحْرٍ وَاحِدٍ مَرَّتَيْنِ
“Seorang yang beriman tidak terperosok di satu lubang yang sama dua kali”[2].

-setelah kesulitan ada kemudahan
Semakna dengan Ayat. Allah Ta’ala  berfirman,
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (5) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (6)
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (Asy Syarh: 5-6).

-menghormati yang besar dan menyayangi yang kecil
Semakna dengan hadits. Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيَعْرِفْ شَرَفَ كَبِيْرِنَا
Bukan termasuk golonganku, orang yang tidak sayang kepada yang kecil dan tidak mengenal kedudukan orang yang besar.”[3]

-Bagai menegakkan benang basah
Atau “mencari jarum dalam jerami” artinya sesuatu yang tidak mungkin, maka ini juga ada ungkapannya dalam ayat yaitu fiman Allah ta’ala,
{ وَلَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ } [الأعراف: 40]
“Sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. “ [Al-A’raaf:40]

-yang sedang-sedang saja
Atau papatah “Sebaik-baik perkara itu adalah pertengahanya”. Ini memang bukan hadits yang benar akan tetapi statusnya adalah “mauquf”. Yaitu perkataan para sahabat. Dan tentu para sahabat gurunya adalah Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam. Dan ada dalil-dalil bahwa ajaran Islam memang pertengahan tidak ektrim dan tidak meremehkan.
Hadits mauquuf adalah,
خير الأمور أوسطها
“Sebaik-baik perkara itu adalah pertengahannya”[4]

-long life learner (belajar seumur hidup)
Maka ini juga sudah ada dalam ajaran Islam. Sebagaimana perkataan Imam Ahmad rahimahullah yang terkenal,
مع المحبرة، إلى المقبرة
“ma’al mahbarah ilal maqbarah”
“Bersama tempat tinta hingga ke kuburan”[5]

-seperti pohon yang tidak bebuah
Ini adalah perkataan ulama dan temasuk ajaran islam jika meninjau dalil-dalil yang lain. Al-Khathib al-Baghdadi rahimahullah nberkata,
فَإِنَّ الْعِلْمَ شَجَرَةٌ وَالْعَمَلَ ثَمَرَةٌ، وَلَيْسَ يُعَدُّ عَالِمًا مَنْ لَمْ يَكُنْ بِعِلْمِهِ عَامِلًا
“Sesungguhnya ilmu adalah pohon dan amal adalah buahnya. Seseorang tidak akan dianggap alim bila tidak mengamalkan ilmunya.” [6]

Penutup
Demikianlah, kita perlu yakini dan tekankan sekali lagi bahwa semua yang berkaitan dengan kemashlahatan dunia dan akhirat sudah diajarkan oleh islam. Mengapa kita masih mencari motivasi, jalan keluar dan prinsip hidup dari orang-orang kafir dan fasik. Mengambil dari filsafat yunani atau filsafat cina dan sebagainya. Boleh-boleh saja jika bersesuaian dengan Islam, tetapi kenapa kita tidak mendahulukan perkataan Allah dan Rasul-Nya, perkataan sahabat, perkataan ulama dan orang-orang shalih.

 dikutip dari MUSLIMAFIYAH

kata kata mutiara islam

* Orang yang suka berkata jujur akan
mendapatkan 3 hal, yaitu : KEPERCAYAN, CINTA
dan RASA HORMAT (Sayidina Ali bin Abi Thalib)
* Ketahuilah bahwa sabar, jika dipandang dalam
permasalahan seseorang adalah ibarat kepala dari
suatu tubuh. Jika kepalanya hilang maka
keseluruhan tubuh itu akan membusuk. Sama
halnya, jika kesabaran hilang, maka seluruh
permasalahan akan rusak. (Sayidina Ali bin Abi
Thalib) Kata kata Mutiara Islam
* Kejahatan yang dibalas dengan kejahatan pula
adalah sebuah akhlaq ular, dan kalau kebajikan
dibalas dengan kejahatan itulah akhlaq buaya, lalu
bila kebajikan dibalas dengan kebajkan adalah
akhlaq anjing, tetapi kalau kejahatan dibalas
dengan kebajikan itulah akhlaq manusia.(Nasirin)
Kata kata Mutiara Islam
* Ilmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu akan
menjaga engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu
itu penghukum (hakim) sedangkan harta
terhukum. Kalau harta itu akan berkurang apabila
dibelanjakan, tetapi ilmu akan bertambah apabila
dibelanjakan.(Sayidina Ali bin Abi Thalib) Kata kata
Mutiara Islam
* Sabar memiliki dua sisi, sisi yang satu adalah
sabar, sisi yang lain adalah bersyukur kepada
Allah. (Ibnu Mas’ud)
* Takutlah kamu akan perbuatan dosa di saat
sendirian, di saat inilah saksimu adalah juga
hakimmu. (Ali bin Abi Thalib)
* Orang yang paling aku sukai adalah dia yang
menunjukkan kesalahanku.(Umar bin Khattab)
* Niat adalah ukuran dalam menilai benarnya
suatu perbuatan, oleh karenanya, ketika niatnya
benar, maka perbuatan itu benar, dan jika niatnya
buruk, maka perbuatan itu buruk. (Imam An
Nawawi) Kata kata Mutiara Islam
* Aku mengamati semua sahabat, dan tidak
menemukan sahabat yang lebih baik daripada
menjaga lidah. Saya memikirkan tentang semua
pakaian, tetapi tidak menemukan pakaian yang
lebih baik daripada takwa. Aku merenungkan
tentang segala jenis amal baik, namun tidak
mendapatkan yang lebih baik daripada memberi
nasihat baik. Aku mencari segala bentuk rezki, tapi
tidak menemukan rezki yang lebih baik daripada
sabar. (Umar bin Kattab) Kata kata Mutiara Islam
* Dia yang menciptakan mata nyamuk adalah
Dzat yang menciptakan matahari.(Bediuzzaman
Said Nursi) Kata kata Mutiara Islam
* Penderitaan jiwa mengarahkan keburukan.
Putus asa adalah sumber kesesatan; dan
kegelapan hati, pangkal penderitaan jiwa.
(Bediuzzaman Said Nursi) Kata kata Mutiara Islam
* Kebersamaan dalam suatu masyarakat
menghasilkan ketenangan dalam segala kegiatan
masyarakat itu, sedangkan saling bermusuhan
menyebabkan seluruh kegiatan itu mandeg.
(Bediuzzaman Said Nursi)
* Menghidupkan kembali agama berarti
menghidupkan suatu bangsa. Hidupnya agama
berarti cahaya kehidupan.(Bediuzzaman Said Nur)
* Orang yang terkaya adalah orang yang
menerima pembagian (taqdir) dari Allah dengan
senang hati.(Ali bin Husein)
* Seseorang yang melihat kebaikan dalam
berbagai hal berarti memiliki pikiran yang baik.
Dan seseoran yang memiliki pikiran yang baik
mendapatkan kenikmatan dari hidup.
(Bediuzzaman Said Nur)
* Pangkal dai semua kebaikan di dunia maupun di
akhirat adalah taqwa kepada Allah.(Abu Sualeman
Addarani) Kata kata Mutiara Islam.
Cinta itu adalah perasaan yang mesti ada pada
tiap-tiap diri manusia, ia laksana setetes embun
yang turun dari langit, bersih dan suci. Cuma
tanahnyalah yang berlain-lainan menerimanya.
Jika ia jatuh ke tanah yang tandus, tumbuhlah
oleh karena embun itu kedurjanaan, kedustaan,
penipu, langkah serong dan lain-lain perkara yang
tercela. Tetapi jika ia jatuh kepada tanah yang
subur, di sana akan tumbuh kesuciaan hati,
keikhlasan, setia budi pekerti yang tinggi dan lain-
lain perangai yang terpuji.
Cinta bukan mengajar kita lemah, tetapi
membangkitkan kekuatan. Cinta bukan mengajar
kita menghinakan diri, tetapi menghembuskan
kegagahan. Cinta bukan melemahkan semangat,
tetapi membangkitkan semangat.
Tanda cinta kepada Allah adalah banyak
mengingat (menyebut) Nya, karena tidaklah
engkau menyukai sesuatu kecuali engkau akan
banyak mengingatnya.
Ar Rabi’ bin Anas (Jami’ al ulum wal Hikam, Ibnu
Rajab)
Aku tertawa (heran) kepada orang yang
mengejar-ngejar (cinta) dunia padahal kematian
terus mengincarnya, dan kepada orang yang
melalaikan kematian padahal maut tak pernah lalai
terhadapnya, dan kepada orang yang tertawa
lebar sepenuh mulutnya padahal tidak tahu
apakah Tuhannya ridha atau murka terhadapnya.
Salman al Farisi (Az Zuhd, Imam Ahmad)
Sesungguhnya apabila badan sakit maka makan
dan minum sulit untuk tertelan, istirahat dan tidur
juga tidak nyaman. Demikian pula hati apabila
telah terbelenggu dengan cinta dunia maka
nasehat susah untuk memasukinya.
Malik bin Dinar (Hilyatul Auliyaa’)
Cintailah kekasihmu sekedarnya saja, siapa tahu
nanti akan jadi musuhmu. Dan bencilah
musuhmu sekedarnya saja, siapa tahu nanti akan
jadi kekasihmu.
Ali bin Abi Thalib
Engkau berbuat durhaka kepada Allah, padahal
engkau mengaku cinta kepada-Nya? Sungguh
aneh keadaan seperti ini. Andai kecintaanmu itu
tulus, tentu engkau akan taat kepada-Nya. Karena
sesungguhnya, orang yang mencintai itu tentu
selalu taat kepada yang ia cintai.
A’idh Al-Qorni
Miskonsepsi pertama yang ditentang Bowman
adalah manusia jatuh cinta dengan menggunakan
perasaan belaka. Betul, kita jatuh cinta dengan
hati. Tapi agar tidak menimbulkan kekacauan di
kemudian hari, kita diharapkan untuk juga
menggunakan akal sehat.
Cinta membutuhkan proses !!! Bowman juga
menolak anggapan cinta bisa berasal dari
pandangan pertama. Cinta itu tumbuh dan
berkembang dan merupakan emosi yang
kompleks, katanya. Untuk tumbuh dan
berkembang, cinta membutuhkan waktu.
Mulailah sekarang, mulailah di mana kamu berada
sekarang dengan apa adanya. Jangan pernah
pikirkan kenapa kita memilih seseorang untuk
dicintai, tapi sadarilah bahwa cintalah yang
memilih kita untuk mencintainya.
Menikahi wanita atau pria karena kecantikannya
atau ketampanannya sama seperti membeli
rumah karena lapisan catnya. Harta milik yang
paling berharga bagi seorang pria di dunia ini
adalah hati seorang wanita.
Berilah cinta tanpa meminta balasan dan kita akan
menemukan cinta yang jauh lebih indah.
Cinta Berpijak pada Perasaan Sekaligus Akal Sehat.
Percayalah, gelapnya hati lebih pekat dari
gelapnya malam
Yakinilah, terangnya hati lebih terang dari cahaya
matahari
Waspadalah, kesombongan jiwa lebih lembut
dari udara yang kita hirup
Perkuatlah, peperangan nafsu lebih hebat dari
peperangan dunia manapun
Renungkanlah, bila kita mengikuti jalan nafsu,
maka takkan pernah ada ujung pangkalnya
=========================================================

Selasa, 24 Juni 2014

Marhaban Ya Ramadan

Ramadhan
Kau mengetuk hati tuk memastikan
Tentang apakah ada sebentuk kegembiraan
Yang tampak pada senyum jiwa dalam penantian
Kulihat tadi di moshola
Serasa sempit saat penghambaan tereja
Jamaah lebih banyak dari biasanya
Padahal puasa baru kan ada lusa
Ini berarti jelas ada kerinduan
Pada engkau Syahr Al Qur’an (bulan Al Qur’an)
Pada engkau Syahr al Ghufran (bulan ampunan)
Pada engkau Syahr al Ihsan (bulan kebaikan)
Ini berarti jelas kami butuh
Pada engkau Syahr al Rahmah (bulan penuh rahmah)
Pada engkau Syahr al Taubah (bulan taubat)
Pada engkauSyahr al Baraqah (bulan penuh berkah)
Selamat datang Ramadhan
Biarkan aku menikmati semua keindahan
Atas jamuan indah yang kau sajikan

PUISI TENTANG PUASA DI BULAN RAMADHAN


Bila Ramadhan telah tiba.
Berubahlah semua suasana.
Semua muslim bersuka ria.
Menerima bulan Ramadhan yang mulia.
Siang hari harus ditahan lapar dan dahaga.
Sore hari boleh kita berbuka.
Malam hari didirikan shalat malam.
Tiada hentinya orang membaca Al-Qur’an.
Bulan Ramadhan bulan mulia.
Sungguh beruntung orang yang pandai mengisinya.
Dapat mencapai kesucian dirinya.
Memperoleh pahala berlipat ganda.
 Berpuasa sungguh mulia.
Walaupun berat dirasa.
Menahan makan sejak fajar.
Menahan diri dengan hati sabar.
Adzan maghrib telah terdengar.
Kita berbuka terasa segar.
Akhir malam makan sahur. Tak lupa kita bersyukur.